Pembelajaran Aktif Odesa-Indonesia untuk Anak Desa

Bagaimana menyelenggarakan Pendidikan Aktif untuk anak desa?
Pembelajaran Aktif. Ini adalah suatu kebutuhan penting bagi peserta didik, terutama mereka anak-anak usia Sekolah Dasar, SMP dan SMA. Pembangunan karakter harus mengarah pada usaha fasilitatif, yakni memberikan kesempatan peserta didik untuk menjadi subjek atas kemampuan/potensinya.

Di Pasir Impun Cimenyan Kabupaten Bandung (3 Km sebelah utara Lapas Sukamiskin) dan Cisanggarung, Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung(6 km sebelah utara Lapas Sukamiskin), Yayasan Odesa Indonesia bekerja untuk kegiatan intelektual praktik pendidikan aktif ini. Titik-tolak keberangkatannya dari keprihatinan atas rendahnya minat sekolah anak. Penyebabnya telah kita temukan pada tiga hal utama, 1) keluarga/orangtua tidak mementingkan sekolah dan tidak peduli terhadap pendidikan anaknya, 2) alasan ekonomi/kemiskinan, 3) anak-anak desa tidak tertarik kegiatan sekolah formal.

Ketika sebuah keluarga memiliki salahsatu “penyakit” itu, anak-anak desa bisa kapan saja keluar sekolah, atau menunggu kesempatan lulus sekolah dasar atau SMP selanjutnya mereka akan hidup lepas dari kekangan. Yang mengekang ada dua hal, yaitu sekolah dan situasi keluarga. Situasi pembelajaran sekolah yang doktriner dan jauh dari mutu serta tidak menyenangkan membuat mereka punya alasan malas sekolah. Situasi keluarga yang tidak mendukung dan kebanyakan orangtuanya malah mendorong anaknya sebagai tenaga kerja kebun/sawahnya menjadikan keluarga petani itu sepakat memandang sekolah adalah beban yang belum tentu menghasilkan manfaat bagi hidupnya.

Pendidikan Luar sekolah yang digelar oleh Odesa Indonesia melalui fasilitator seperti Khoiril Anwar, Harti Tsaeni, Rizky Alifya, Baiquni, Budhiana Kartawijaya, Yuliani Liputo, Mudris Amin dan lain sebagainya bermaksud mengisi kekosongan itu. Setiap pendidikan adalah usaha mendorong anak berkembang aktif. Bahasa Inggris adalah tema belajar, selebihnya pada praktiknya diisi oleh model pendidikan aktif.

Praktik literasi digelar setiap hari minggu mampu banyak memenuhi kebutuhan anak-anak menjadi subjek, bukan menjadi objek dari kepentingan guru sekolah menyelesaikan pekerjaan. Mereka bisa riang gembira dengan pelajaran-pelajaran praktis yang diterapkan. Mereka menemukan diri mereka dari para fasilitator.

Mereka memiliki pengalaman baru bahwa menghadapi “pengajar” tak harus kaku duduk di kursi dan memandang guru di depan kelas dengan penuh kebosanan dan mungkin dibarengi ngantuk. Praktik pendidikan duduk lesehan sistem melingkar atau di luar kelas merupakan model baru bagi anak-anak desa yang terbiasa menyerap pengetahuan dengan cara yang kaku di ruang kelas sekolahannya.

Mereka juga bisa bersenda-gurau dengan fasilitator tanpa rasa takut. Kebebasan berekspresi dalam pendidikan ini memungkinkan mereka lebih cepat berkembang. Mereka bisa bangkit aktif dengan sering bertanya, saling berpacu dalam usaha lebih rakus terhadap bacaan. Tanpa terasa, dalam waktu dua tahun terdapat perubahan-perubahan yang besar pada pola pikir anak di Pasir Impun. Dan pada kegiatan di Cisanggarung yang memasuki 1 tahun juga terdapat perubahan yang signifikan. Nilai-nilai baru itu antara lain, bahwa mereka semakin banyak pilihan dengan cita-cita.

Mereka semakin banyak memahami dunia luar, misalnya tentang kehidupan para dosen, ahli teknologi, dunia penerbitan, dunia surat kabar, fotografi, penerjemahan, usaha perbengkelan, dunia satwa dan fauna dan lain sebagainya. Nilai tambah pengetahuan ini besar artinya bagi mereka. Pengetahuan adalah power, kekuatan yang bisa mengubah jalan hidup seseorang. Wujud konkret perubahan yang paling praktis misalnya, anak-anak semakin merasa penting memilih sekolah lanjutan. Mereka juga makin menyadari bahwa perkawinan dini bukan jalan hidup terbaik. Mereka juga makin mengerti bahwa bekerja asal-asalan tidak akan menghasilkan ekonomi yang baik karena itu butuh pengetahuan yang banyak. Tentang tanaman obat yang diberikan contoh oleh Yayasan Odesa Indonesia misalnya, menjadikan anak-anak petani sadar bawah kebanyakan petani yang tidak mengenal dunia luar, tidak memanfaatkan teknologi, tidak serius mengurus biji, benih dan perawatan niscaya tidak akan menghasilkan laba ekonomi yang baik.

Dengan mengurus tanaman secara serius dan mengenal manfaat tanaman Herbal misalnya, mereka makin mengerti bahwa nilai lebih dalam pekerjaan juga tergantung pada ilmu pengetahuan; bukan sekadar kuat-kuatan mengangkat cangkul atau gelondongan kayu.

Anak-anak desa Pasir Impun dan Cisanggarung itu adalah generasi yang dimarginalkan oleh negara. Tak pernah ada usaha serius negara mengurus rakyat desa di pinggiran perkotaan ini. Mereka bukan saja menjadi korban dari kekejaman rasio gini, ketimpangan dan kesenjangan ekonomi, melainkan juga menjadi korban dari sikap negara yang tak memberikan perhatian dana, fasilitas dan juga tenaga pengajar yang berkualitas.

Model pendidikan yang dikembangkan oleh Odesa-Indonesia adalah melayani; memberikan perhatian di jalur empathy untuk menghasilkan kualitas manusia-manusia berkarakter dan menemukan jalan hidupnya. Itulah mengapa Yuliani Liputo (Penerjemah/Editor Senior Penerbit Mizan) tampak antusias melayani peserta didik dengan praktik-praktik pembelajaran model pengayaan sudut pandang. Dengan memberikan model pengayaan sudut pandang tertentu, anak-anak memiliki bekal berupa “kacamata” tambahan, dan semakin hari terus diperkaya dengan kacama-kacamata jenis lain. Tujuannya, agar hidup bisa dipandang lebih luas. Subjek harus bergerak aktif untuk memandang satu objek dengan beragam cara.

Ini adalah bekal penting bagi hidup generasi bangsa supaya tidak jumud, intoleran, dan merasa benar sendiri. Pemikiran yang inklusif memungkinkan peserta didik lebih cerdas menerima penafsiran atau cara pandang yang berbeda tanpa harus terjebak pada fanatisme apalagi kemudian mudah menebarkan kebencian.

Sementara Budhiana Kartawijaya sangat perhatian pada wawasan hidup kehidupan dunia luar yang harus dipasok pada anak-anak. Wawasan sosiologi dan budaya ini sangat penting karena kebanyakan orang-orang desa, terutama pedalaman hidup bak “katak dalam tempurung”.

Relawan Odesa-Indonesia lain seperti Harti, Rizky, Khoiril dan Mudris masuk langsung ke warga. Tidak percaya anak-anak cukup belajar di dalam jam kursus, mereka memilih injeksi tambahan dengan sering mendatangi anak-anak petani. Mendorong pentingnya memiliki pengetahuan baru, memotivasi anak agar belajar, dan memberikan masukan-masukan dengan pengembangan perspektif. Semuanya dilakukan dengan cara terapan; relevan dan praktis.

Orang kota berpendidikan dan memiliki tanggungjawab sosial kemanusiaan begitu dibutuhkan berperan. Yang dibutuhkan keluarga Pra-Sejahtera perdesaan bukan semata memberi modal usaha yang sifatnya ekonomisme. Itu perlu, tapi masih kalah penting dengan peran mereka dalam mendidik.




Tak usah berpikir apakah diri kita adalah guru/pengajar atau bukan karena yang terpenting adalah praktik memasok pengetahuan dan praktik bersama. Berderma dengan melempar koin memang ada manfaatnya, namun berderma dengan ilmu pengetahuan adalah kemuliaan tertinggi pada diri manusia. Kesenjangan ilmu pengetahuan harus diatasi dengan jalan praktis. Kita harus masuk ke desa, melihat kenyataan yang ada, memahami dengan penuh kearifan tentang buruknya fakta kehidupan rakyat jelata dan membuat solusi seketika dengan terus ujicoba sampai berhasil.

Kita boleh setiap hari merasa muak dengan praktik negara yang tak pernah bisa mengatasi masalah-masalah di akar rumput perdesaan ini. Namun merasa muak dengan sejuta kutuk pun tak akan membuat kebijakan menjadi lebih baik. Kita memilih jalan bertindak, bergerak dan saban waktu memanen kebaikan.
Faiz Manshur. Ketua Yayasan Odesa-Indonesia.

Tahun Ajaran Baru, Banyak Anak Desa Tak Melanjutkan Sekolah
Sekolah Formal Buntu, Solusinya?

1 komentar untuk “Pembelajaran Aktif Odesa-Indonesia untuk Anak Desa”

  1. Pingback: Pendidikan yang Melayani – Odesa-Indonesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja