MCK Kumuh di Cipanjalu Cilengkrang Kabupaten Bandung

Oleh: RIZKY ALIFZA RAMADHAN. Relawan Odesa Indonesia.

Hari ini, senin 14 Oktober 2019 saya kembali masuk ke desa-desa. Tugas saya dari Yayasan Odesa Indonesia mencari kawasan pemukiman perdesaan yang sanitasinya buruk. Siang tadi saya meluncur ke sebuah tempat berjarak 4 Km dari Jalan Nasional A.H Nasution dan 12 Km dari Kantor Gubernur Jawa Barat.

Tepatnya di kampung Cilalareun, Desa Cipanjalu Kecamatan Cilengkrang Kabupaten Bandung saya menemukan sebuah keadaan sanitasi yang memilukan. Saya bersama Hamid memotret keadaan di sekitarnya, termasuk keadaan MCKnya.

Dari hitungan saya, terdapat 20 Keluarga yang keadaan sanitasinya memprihatinkan. Saya bertemu dengan beberapa warga. Pembicaraan yang menarik saya dapatkan dari Pak Kosim. Kakek berusia 60 tahun tersebut banyak memberi informasi dengan keadaan sanitasinya seperti yang terlihat dalam foto tersebut.

“MCK ini sudah berumur 50 tahun lebih, sejak mendiang ayah saya,” katanya.

Keadaan MCK seperti terlihat di foto ini sangat memelas. Asbes menjadi penutup. Batang bambu berlumut menjadi tempat pijakan saat buang air besar. Tak ada septictank sebagai saluran akhir pembuangan tinja. Di sekitar MCK itu terlihat sampah plastik berserakan.

“Kami sudah terbiasa seperti ini sejak dulu,” kata Pak Kosim.

Di luar MCK, keadaan sekitarnya juga memperlihatkan situasi lingkungan yang buruk. Selain sampah, juga genangan air yang berceceran di area tanah persawahan. Di parit-parit kecil terlihat remukan tinja di celah-celah rumput berair.

Menurut cerita Pak Kosim, keadaan seperti ini sudah 50 tahun tidak diperhatikan pemerintah.
“Warga sering mengeluh. Tapi pemerintah tidak pernah bertindak,” keluh Pak Kosim.

Usai berbicara dengan Pak Kosim, saya hanya termenung. Saya membayangkan betapa susahnya 20 Keluarga di Kampung ini. Jika rata-rata satu keluarga terdapat 4 anggota, maka paling tidak akan terdapat 80 orang yang kesulitan air setiap hari sepanjang hidupnya.

mck-kumuh-cipanjalu

Sumber air ada sekalipun di musim kemarau. Ini berbeda dengan kasus kampung seperti yang kami urus di Desa Mekarmanik atau Desa Cikadut Kecamatan Cimenyan yang sebagian besar tidak mendapatkan air bersih. Tetapi di sini, air bersih pun tidak cukup mewujudkan keadaan sanitasi. Entah karena kultur yang sudah menahun dan tidak mau berubah atau karena kemiskinan?

Ini pertanyaan mendasar. Tetapi menurut saya keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama karena memang soal kemiskinan sehingga tidak bisa membangun sarana sanitasi yang layak.

Kedua, perkara kultur kebiasaan hidup yang kurang sehat sudah mendarah daging sejak lama sehingga tidak ada usaha yang gigih untuk bergotong royong.

Ketiga, tentu saja karena masalah kemauan politik pemerintah yang minim karena membiarkan warganya hidup secara tidak sehat. Pak Kosim juga sempat bilang, “saya seperti tidak punya pemerintah,” katanya.

Apapun alasannya, keadaan ini harus segera diselesaikan, agar warga sekitar bisa menikmati sanitasi yang layak dan kehidupan yang sehat. Ingat, sanitasi adalah hak dasar bagi seluruh makhluk hidup.

BACA JUGA: MCK dan Masa Depan Anak-Anak

BACA JUGA: Membangun MCK Mengurangi Kesengsaraan Warga

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja