Langkah Konkret Mengatasi Krisis Ekologi Kawasan Bandung Utara

Meluapnya air bercampur lumpur di kawasan Cicaheum Kota Bandung (Senin, 20 Maret 2018) sampai sekarang masih menyisakan persoalan. Gulungan lumpur itu bukan hanya menimbun jalan, melainkan juga merusak banyak kendaraan, merusak rumah penduduk dan memacetkan jalan Raya A.H Nasution.

Isu Kawasan Bandung Utara (KBU) pun kemudian mencuat lagi dengan kalimat-kalimat seperti lahan kritis, pembangunan tanpa mengindahkan lingkungan dan pertanian sayur tanpa menyisakan tanaman tinggi. Tidak ada yang salah dari semua wacana yang muncul tersebut Namun hampir semua wacana yang muncul berulang-ulang setiap ada masalah banjir di bagian timur dan utara Kota Bandung itu, sangat jarang muncul statemen yang bersandar pada fakta-fakta lapangan.

Yayasan Odesa-Indonesia selama memiliki fakta lapangan yang penting untuk dikemukakan lebih detail melihat akar masalah, dan membuka peluang untuk solusi.

Pertama, harus disebut masalah erosi dari pertanian. Pada kali kecil Cicabe tersebut menjadi pusat berkumpulnya air dari berbukitan yang menjalar mulai dari pemukiman Bukit Sasak Batu, Cipahet, Cipurut, Citapen, Caringin Tilu, Cicayur, Bongkor, hingga Puncak Bintang. Tidak semua dari lahan perbukitan itu mengalir ke Cicabe, tapi paling tidak dari kawasan Cibanteng dengan perbukitan yang sangat curam itu aliran air sangat cepat menukik ke Cicabe (dekat terminal Cicaheum).

Deretan perbukitan Cibanteng ke utara hingga Pasanggrahan dan Merak Dampit itu dikenal memiliki ketinggian yang ekstrem. Di bawahnya cibanteng terhampar daratan Panyandaan hingga ke selatan memasuki kali Cicabe.

Sementara pada bukit sebelah timur yang juga memiliki kecuraman yang cukup tinggi terdapat banyak aliran air berupa kali-kali kecil yang airnya menyatu pada kali Cikadut. Di sana terhampar beberapa hunian warga, antara lain kampung mande, Pasir Melati, Pancurendang, perbukitan Pasir Malang yang terhubung pada bukit tinggi yang kini berdiri Villa Alam Sentosa. Dari atas Villa Alam Sentosa ini mungkin tidak banyak orang tahu terdapat kali kecil yang dialiri air dari Cisanggarung.

Beruntung saja pada Cisanggarung ini terdapat pecahan bukit yang berbelok sehingga ada aliran air yang berbelok terjun ke Batu Templek yang arah airnya menuju ke kali Pasir Impun-Sindanglaya.

Ada dua masalah mendasar yang paling menonjol guna kita memperingkas kompleksitas persoalan. Pertama , soal model pertanian sayur yang dilakukan para penggarap tanah milik orang kota. Pertanian sayur menolak pohon tegakan tinggi karena butuh cahaya matahari. Jika fokus pada persoalan aliran air yang menuju ke Kota Bandung di Cikutra, Padasuka, Cicaheum, Cikadut dan Arcamanik, maka fokus penyelesaian masalah erosi bisa dimulai dengan penghijauan, pengembalian banyak pohon.

Tidak semua pertanian sayur digusur, melainkan memakai tahapan model pertanian lain. Tegakan-tegakan masih berpeluang ditanam tanpa menganggu pertanian sayur. Bahkan sangat banyak petani yang minat bertanam kopi. Odesa Indonesia telah membuktikan gerakan tanam kopi pada petani-petani yang memiliki lahan sendiri.

Sementara pada buruh tani penggarap tanah orang Kota hal ini sangat menghambat karena untuk menemui pemiliknya saja mengalami kesulitan. Tanah dikuasi orang kota yang jarang interaksi dengan penggarap. Setahap demi setahap gerakan tanaman menengah dan tegakan tetap bisa dilakukan dengan menyisir satu persatu lahan yang bisa ajak kegiatan bersama.

Ada banyak tanaman yang akan sangat berguna untuk tiga manfaat masyarakat sekaligus. Kopi untuk usaha ekonomi pokok dipastikan membutuhkan pohon pelindung/tegakan yang tinggi dan menengah yang bisa menghasilkan kayu (suren, mahoni, dll), penguat tanah dan penghasil buah seperti sirsak, penghasil rumput ternak seperti kalindra, dan Kelor untuk penghasil pangan manusia/ternak juga sekaligus untuk pemulih tanah dari kimia. Tanaman buah juga harus diperkuat karena sangat penting untuk gizi dan perbaikan ekonomi jangka pendek dengan jalan yang lebih modern dan ramah lingkungan.

Kedua, masalah erosi juga masalah politik yang mana pemerintah Kabupaten, Kota dan Provinsi Jawa Barat tidak melakukan tindakan signifikan. Kontrol pembangunan tidak berjalan, bahkan pemerintah yang paling memegang peran penting yaitu bupati dan Gubernur nyaris tidak pernah memiliki sikap atau mengambil tindakan khusus.

Kita harus bergerak karena tidak bisa mengharap pemerintah yang tidak menjanjikan apapun dalam masalah ini. Semua ada biaya, tetapi yang terpenting adalah murah. Supaya murah dan berkelanjutan, maka gerakan paling mendasar adalah menyediakan bibit-bibit beragam tanaman yang bisa menyokong dua manfaat mendasar yaitu ekologi dan penghasil ekonomi.-Faiz Manshur

3 komentar untuk “Langkah Konkret Mengatasi Krisis Ekologi Kawasan Bandung Utara”

  1. Pingback: Gerakan Pertanian Ramah Lingkungan Bandung Utara – Odesa Indonesia

  2. Pingback: Kawasan Bandung Utara Harus Diselamatkan – Odesa Indonesia

  3. Pingback: Tak Ada Kehidupan yang Sehat di Tanah Yang Sakit – Odesa Indonesia

Tinggalkan Balasan ke Tak Ada Kehidupan yang Sehat di Tanah Yang Sakit – Odesa Indonesia Batalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja