Kisah Tukang Ojeg Dua Kali Ditolong Kelor

Dia tukang Ojeg. Ditinggal wafat istrinya satu tahun silam. Bersamaan dengan itu ia sering sakit-sakitan. Masuk rumah sakit. Biayanya dari hasil penjualan Bibit Kelor. Usai dari rumah sakit ia mulai mengonsumsi Kelor. Kini sehat dan bergiat menanam Kelor.

Tidak terbayangkan sebelumnya bagi Wahyudin, 50 tahun. Duda tukang ojeg pangkalan Pasir Impun Cimenyan itu kini merasa punya solusi setelah satu tahun menderita karena sakitnya. Kepada Odesa Indonesia Jumat, 4 Mei 2018, ia menceritakan kalau sepanjang tahun 2017, badannya mudah lemas. Pegel-linu, encok, masuk angin ditambah sakit kepala menjadi teman karib sehari-hari. Sakitnya akan bertambah parah manakala sesak nafas menerpa dirinya.

Ia mengabaikan saran orang-orang terdekatnya untuk ke Rumah Sakit. Alasannya sederhana. Sekalipun punya jaminan kesehatan gratis untuk perawatan di Rumah Sakit, ia sadar kebutuhan di rumah sakit sangat membebani.

“Urusan transport dua penunggu bergantian saja butuh duaratus ribu. Belum lagi siapa yang menunggui karena kedua anak saya sudah berkeluarga dan mereka harus bekerja,” keluhnya.

Karena alasan itu ia tidak pernah memeriksakan sakitnya ke Rumah Sakit. Ia tidak tahu apa sejatinya penyakit yang dideritanya. Barulah kemudian situasi kronis datang pada akhir Pebruari 2018. Ia sakit tanpa bisa bergerak sama sekali. Tak enak makan tak tertarik minum. Dehidrasi melanda dan akhirnya ia menyerah untuk mengikuti saran anaknya. Angkut ke rumah sakit. Biayanya dari mana?

“Saya masih punya bibit Kelor hasil pembibitan bersama Organisasi Odesa Indonesia, dan saya minta untuk dibeli oleh ketua Kelompok saya, Ujang Rusama,” katanya.




Rusmana, Ketua Tanaman Obat Cimenyan (Taoci), sebuah grup pertanian di bawah binaan Yayasan Odesa-Indonesia mengambil sikap. Ia beli puluhan bibit bernama latin Moringa Oleifera senilai Rp 500.000. Hasil uang itulah yang kemudian digunakan untuk rumah sewa mobil dan kebutuhan menunggu anaknya di Rumah Sakit Hermina Arcamanik. Dari rumah sakit Hermina itu, Wahyudin mendapat informasi dari dokter kalau dirinya menyandang sakit paru-paru golongan kronis (Bronkitis Kronis) dan sakit hati/liver dan harus rawat inap lebih lama dari setengah bulan. Hanya saja Wahyudin tak mau memenuhi saran dokter. Lagi-lagi alasannya karena soal keuangan.

Keadaan belum sembuh total membuat dirinya belum nafsu makan. Setiap makanan yang ada terasa hambar. Ia merasa mati rasa. Dalam keadaan itu Rusmana datang, menyarankan Wahyudin mengonsumsi kelor.

“Ambil daun dari saya. Setiaphari harus dimakan,” ujar Ujang kepada Wahyudin.

Wahyudin menyetujui saran Rusmana. Seketika itu ia menyuruh anaknya mengambil daun Kelor dari Pekarangan Rusmana. Menantunya memasak sebagai sayuran bening. Sekeluarga akhirnya mulai makan sayur Kelor. Dua hari kemudian, dengan 4 kali makan, Wahyudin merasa ada perubahan yang sangat besar pada fisiknya.

“Enak di badan dan tidak ada keluhan lagi soal menelan. Sayurnya enak sekali. Mendorong saya makan 4 sampai 5 kali dalam sehari. Aneh,” ujarnya tertawa terkekeh.

Empat hari selanjutnya badannya benar-benar merasa sehat. Tangan dan kakinya bisa lebih leluasa digerakkan. Ia pun mulai bisa leluasa menghirup udara segar di luar rumah. Tepat pada 7 hari ia sudah merasa yakin dirinya sembuh total. Akhirnya ia pun berani naik motor dan narik penumpang. “Bisa narik lagi,” ujarnya gembira.

Namun pada pekan selanjutnya Wahyudin lupa daratan. Saran Rusmana agar dia mengonsumsi kelor sebagai makanan sehari-hari ia abaikan karena merasa sudah sembuh. Ada perasaan tidak enak setiap hendak memasak daun Kelor harus meminta ke Rusmana. Absen mengonsumsi Kelor selama 6 hari mendatangkan malapetaka bagi Wahyudin. Ia drop. Badan lemas, dan kembali sakit sampai mati rasa.

“Saya tidak mungkin ke rumah sakit. Apalagi cucu saya juga sering menanyakan kenapa dirinya tidak memasak Kelor lagi,” katanya.

Akhirnya Wahyudin menyuruh anaknya untuk berburu daun Kelor lagi. Seperti kisah sebelumnya, empat hari kemudian badannya sehat lagi. Sadar dirinya belum memiliki pohon Kelor, maka ia pun segera menanam pohon Kelor di pekarangannya. Ia tidak ingin terus merepotkan orang dengan meminta-minta terus.

“Mulai dari 6 pohon karena lokasi saya sempit.Nanti pertengahan Mei akan tanam lebih banyak di ladang dan berjanji membantu kegiatan Odesa dalam hal kegiatan Kelor,” ujarnya.

Duakali Wahyudin ditolong Kelor. Sebelum masuk rumah sakit ia ditolong oleh Kelor karena penjualannya sehingga bisa masuk rumah sakit. Sayangnya waktu itu dia belum tahu manfaat Kelor yang ternyata mampu mengatasi penyakitnya.

“Ke rumah sakit ditolong Kelor. Pulang rumah sakit yang menyembuhkan juga Kelor,” ujarnya tertawa.

Wahyudin merasa berhutang pada Kelor. Selain itu dia juga sangat terkesan karena cucunya selalu bertanya sayur Kelor. Jika dalam dua hari tidak ada sayuran Kelor, cucunya selalu bertanya. Bagi Wahyudin ini aneh karena dalam urusan sayuran cucunya tidak pernah bertanya jenis sayuran khusus.

“Waktu saya tanya alasannya apa, jawabnya karena enak. Itu saja. Apakah enak karena rasanya atau enak badan setelah makan, saya belum tahu sejatinya. Maklum masih usia tiga tahun, belum bisa menjelaskan kecuali dengan kata enak,” jelasnya.-Khoiril Anwar.

BACA Fidel Castro dan Kisah Kelor Kuba
Fakta Penelitian, Kelor Sembuhkan Kanker, Aids,Tumor, Paru-Paru
BACA Menyediakan Bibit, Teh dan Biji Kelor

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja