HUT RI ke 75 dan Empati Kita Pada Kaum Miskin

Oleh: BUDHIANA KARTAWIJAYA. Ketua Pembina Odesa Indonesia.

Senin, 17 Agustus 2020 adalah hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-75. Menjadi keluarga besar bernama Bangsa Indonesia adalah keinginan rakyat Indonesia. Kebangsaan kita bukan dibentuk karena agama, suku, dan ras. Rasa tertindas, termiskinkan, dan kehilangan hak-hak dasar akibat penjajahan di seluruh Nusantara menyebabkan adanya rasa kebersamaan, senasib sepenanggungan. Ikatan inilah yang menyebabkan rakyat di Nusantara ingin menjadi sebuah bangsa.

Budayawan W.S. Rendra mengatakan, keinginan bersatu dan membentuk sebuah negara bernama Indonesia adalah keinginan rakyat. Rasa kekeluargaan itu terbentuk akibat silaturahmi antar etnis di wilayah Nusantara karena adanya angin muson, yang membawa perahu-perahu berlayar dari satu kuadran ke kuadran lain Nusantara. Nenek moyang kita saling mengenal dan saling menghargai identitas dan perbedaan masing-masing.

Rakyat di Nusantaralah yang ingin membentuk sebuah negara Indonesia. Negara adalah alat untuk mensejahterakan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara Indonesia harus membangun kesejahteraan rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Pulau Rote sampai Miangas.

Pembangunan pada hakekatnya merupakan pembangunan jiwa dan raga rakyat Indonesia, bukan pembangunan milik segolongan orang. Pertumbuhan adalah tumbuhnya daya dan energi hidup semua lapisan bangsa, bukan pertumbuhan segelintir orang. Sebab, kemerdekaan sejatinya adalah jembatan emas untuk menyejahterakan semua rakyat Indonesia.

Berdasarkan filosofi dan kenyataan sejarah formasi kebangsaan dan kenegaraan Indonesia di atas, maka kemerdekaan adalah seharusnya merupakan jembatan emas untuk membawa rakyat di kepulauan Indonesia ini untuk sejahtera, maju, dan berdiri sama tinggi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Pada usianya yang ke-75 tahun ini, Yayasan Odesa Indonesia menilai bahwa upaya-upaya pembangunan jiwa dan raga rakyat Indonesia masih lambat. Pertumbuhan ekonomi hanya terjadi di pusat-pusat kota. Pendidikan masih merupakan barang mahal, dan kesehatan masih sulit dijangkau oleh kebanyakan masyarakat. Masih banyak rakyat Indonesia yang kekurangan akses pada pangan, perumahan, pendidikan, sanitasi dan kesehatan.

Di sinilah kita membutuhkan empati untuk menjawab setiap rangkaian problem rakyat di lapisan bawah. Gerakan sosial mesti diperkuat guna mengorepasionalkan gagasan Keadilan Sosial yang sampai sekarang paling susah diterapkan.

Lalu kita juga melihat, ada kenanyataan antara kemiskinan dan kerusakan alam juga berkembang dalam satu paket. Empati kita mesti juga diperuntukkan pada krisis lingkungan.

Sumber daya alam belum bisa dinikmati semua orang. Penguasaan tanah yang tidak terkontrol menyebabkan lapisan terbawah kehilangan tanah sebagai aset penting kehidupan masyarakat bawah. Ironinya beralihnya kepemilikan tanah kepada sekelompok pemilik modal besar, tidak menjadikan tanah berdayaguna. Kerusakan tanah, air dan hutan, semakin memiskinkan rakyat yang sudah sengsara.

Odesa melihat ironi lain. Di tengah giatnya sejumlah negara memulihkan alam, upaya-upaya perbaikan lingkungan belum dilakukan secara terencana oleh Indonesia. Lingkungan alam semakin rusak, keanekaragaman hayati semakin sirna. Karena itu, Odesa berharap negara Indonesia secara serius membangun kembali kelestarian alam dan keanekaragaman hayati.

Pemulihan ekologi harus menjadi indikator kesuksesan pembangunan. Sebab pulihnya ekologi adalah dasar bagi pemenuhan hak-hak dasar manusia: kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan.

Serangan virus Covid-19 yang melanda semua negara menunjukkan bahwa hanya kemandirianlah yang bisa menyelamatkan bangsa. Kemandirian hanya bisa dilakukan jika Indonesia memelihara alam dan ingkungannya. Keselamatan bangsa hanya bisa terjamin bila solidaritas social antar lapisan masyarakat masih ada.
Dirgahayu Indonesia. Semoga bangsa Indonesia maju dan mandiri.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja