Harga Panen Anjlok, Petani Hotani Punya Solusi

Warnanya sudah merah segar, menggantung di tiap tangkai yang disangga bilahan bambu sepanjang 2,5 meter. Bulatannya yang mencapai ukuran satu kepalan tangan orang dewasa, membuat tangkai tanaman tersebut doyong. Saat semuanya dipetik, beratnya mencapai 5 ton.

Demikian tomat yang ditaman Toha, di kebunnya yang berada di Kampung Waas, Desa Mekarmanik, Kabupaten Bandung. Jika dalam keadaan normal, nilai jualnya bisa mencapai 50 juta rupiah.

Namun, pada September ini harganya sedang anjlok ke angka Rp.1.500 per kilogram. Padahal untuk bisa meraup untung, minimalnya tomat mesti dihargai Rp. 4.000 per kilogram.

“Saat masa tanam harga sudah turun. Saya berharap harganya akan bagus saat masa panen tapi, yah malah sebaliknya,” kata Toha, Ketua Himpunan Orang Tani Niaga (Hotani), Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Solusi Menjual Hasil Panen Saat Harga Anjlok

Toha tidak seperti petani kebanyakan di kampungnya. Saat harga anjlok panik. Kemudian memaksakan diri untuk menjual tomatnya dengan harga yang didikte pasar. Dihargai dengan uang yang tidak cukup untuk menutup modal, ditambah saat panen mesti mengeluarkan ongkos pemetikannya. Toha memilih berpikir realistis.

“Saya tidak mau nombok untuk biaya memanen dan biaya transportasi ke pasar Caringin. Target saya yang penting biaya modalnya kembali. Itu saja,” ujarnya saat ditemui pada Sabtu, (5/9/2020) di Desa Cikadut, Cimenyan, Kabupaten Bandung.

Anjloknya harga tomat ini terjadi pada akhir Agustus 2020, bahkan diikuti oleh komoditas lainnya. Seperti kubis, sawi, bawang, cabe, dan jagung yang anjlognya mencapai enam puluh persen dari harga normal. Jagung misalnya, biasanya pada harga normal Rp 3.000 saat ini hanya berharga Rp 1.500. Cabe yang harganya kisaran Rp 16.000-22.000 saat ini hanya berharga Rp 8.000.

Agar hasil panen sayuran tak terbuang percuma, Toha lantas memutar otak untuk mengembalikan modal tanam tersebut. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Ia menjual tomat itu ke tiap pengunjung Bukit Cemara, kebun yang ia rawat sejak puluhan tahun lalu. Kebetulan setiap hari sabtu dan minggu banyak warga Kota Bandung yang berswa foto di sana di sekitar kebun Toha. Toha lantas menawarkan kepada pengunjung.

“Tiap pengunjung saya beri 4 kilogram tomat, dengan harga 15 ribu rupiah dan bebas memilih,” katanya.

Tentara yang kebetulan sedang bertugas di Cikadut mendapat bingkisan Tomat hasil panen Petani.

Solusi Panen Agar Tidak Terbuang Percuma

Karena panen tomat melimpah, strategi dagang itu tak cukup menyerap semua hasil panen. Apalagi panennya masih akan berlangsung hingga akhir bulan September mendatang. Toha lantas menghubungkan dengan Odesa Indonesia, tempat dirinya berkiprah dalam kegiatan pertanian dana mal sosial. Ia ajak beberapa angggota petaninya untuk berderma.

“Saya bagikan. Sebagian besar untuk warga, sebagian lagi juga untuk para pengurus Yayasan,” kata Toha.

Hari minggu siang (6 september 2020) para pengurus Odesa seperti Budhiana Kartawijaya, Nina Danny Hilman, Enton Supriyatna, Subagio Budi Prajitno dan juga tamu-tamu lain seperti Tentara yang sedang bertugas di sekitar Cikadut mendapatkan bingkisan tomat dari Toha dan para petani.

“Orang kota juga sering menyumbang. Sesekali kami juga berbagi walaupun hanya tomat,” kata Toha.[Abdu Hamid]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja