Di Cimenyan, Bekas Preman Kini Bercocok Tanam

BANDUNG: Namanya Asep Dedi, umurnya 39 tahun. Odesa-Indonesia mengenalnya saat melakukan kegiatan blusukan ke kampung Cikawari, Desa Mekarmanik, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung, Rabu 29 Maret 2017. Kampung Cikawari ini berada di Kawasan Bandung Utara (KBU), sekitar 7 Kilometer dari Lapas Sukamiskin Kota Bandung).




Cikawari ini menjadi salahsatu kampung yang mendapatkan perhatian dari Odesa-Indonesia, karena terdapat lebih 200 warga buruh tani yang hidupnya masuk kategori pra-sejahtera (miskin). Kampung Cikawari nyaris tanpa kepemimpinan sosial sehingga banyak persoalan hidup warga yang terlantar. Negara tidak menyentuh persoalan-persoalan kehidupan mereka.

Saat ditemui test.odesa.id di rumahnya, siang itu, Rabu 29 Maret 2017, ia sedang asyik mengurus ayam piaraannya. Asep Dedi menarik perhatian kami karena ia setelah bosan menjadi preman sekarang memilih hidup sebagai petani dengan mengelola pekarangan rumahnya.

Pada masa remaja dan mudanya, jebolan kelas 5 Sekolah Dasar ini punya pengalaman hidup sebagai orang jalanan. Bekerja di beberapa pangkalan angkutan umum Kota Bandung, seperti di Cicadas, Cibiru, Kebon Kepala, Cicaheum dan lain sebagainya. Latar belakang keluarganya yang kurang bahagia membuat dirinya “mencari perhatian” dengan aksi-aksi kenakalannya.

Panjang perjalanan hidupnya sebagai orang jalanan banyak pengalaman “hitam” yang ia alami. Hidup tak teratur. Di jalanan ia akui uangnya lebih banyak, bahkan berlebih. Tetapi ia akui tidak pernah uangnya bisa ditabung. “Siang dapat malam langsung habis,” katanya.

Asep Dedi tak tabu menceritakan kisah hidupnya. Penghasilan kerjanya sebagai calo memang tergolong banyak. Pada akhir tahun 1990an saja terkadang sehari bisa mendapatkan uang antara 500-800 ribu. Tetapi malam harinya uang pasti habis. “Larinya ke minuman, judi dan perempuan,” katanya.

Kisah lain, ia seringkali terlibat aksi kekerasan perkelahian antar kelompok jalanan. Menusuk orang pun pernah ia lakukan. Akibat ulahnya, ia pernah mendekam mendapat vonis penjara 1,5 tahun, dan menghuni Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kebonwaru Jln. Jakarta dan LP Banceuy Jln. Soekarno-Hatta.

Jalan realistis

Sekarang Asep Dedi memilih jalan petani. Sekalipun ia tahu menjadi petani, apalagi hanya dengan tanah sepetak di pekarangan, baginya itu membuat dirinya hidup tenang. Ia kelola beberapa puluh meter tanah pekarangannya dengan tanam bawang, selain tetap memelihara ayam.

Berumah di desa bersama istri dan satu anaknya yang kini sekolah SMP membuat Asep Dedi harus realistis memandang hidup. Berasal dari keluarga petani, ia punya keinginan menjadi petani kembali dengan segala resikonya; situasi ekonomi yang jauh dari kesejahteraan.




Inisiatifnya mengelola lahan pekarangan itulah yang menarik pengurus Odesa-Indonesia. Kalau kebanyakan petani menelantarkan pekarangan, setidaknya ia punya kepedulian dengan tanahnya yang sekalipun tidak luas dan menghasilkan banyak panen. Modal kepedulian –yang membedakan dirinya dengan petani lain– ini merupakan potensi yang yang bisa digali modal langkah awal untuk pengembangan yang lebih maju. Bulan April ini, Asep Dedi akan menjadi bagian Odesa-Indonesia yang perlu didampingi untuk kegiatan pertanian pekarangan. [Sadur Sentosa]

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja