Angin Perubahan dari Perbukitan Cimenyan Kabupaten Bandung

Laporan Wartawan Pikiran Rakyat: Tri Joko Her Riadi Senin, 18 Nov 2019.
PIKIRAN RAKYAT: UMAR (56) dengan bangga menunjukkan tiap sudut bangunan mandi-cuci-kakus (MCK) komunal di belakang rumahnya di Kampung Sentakdulang, Desa Mekarmanik Kecamatan Cimenyan. Memiliki dua kamar, bangunan kokoh dan bersih itu terlihat kontras dengan dapur rumahnya yang berdinding anyaman bambu.

Pasokan air bersih MCK komunal itu datang dari sebuah mata air yang berada di desa tetangga, Kampung Cikawari, Desa Mekarmanik. Saluran perpipaan meliuk-liuk turun sepanjang tiga kilometer, melintasi lereng dan kebun-kebun sayur. Selain keluarga besar Umar, ada sekitar 30 kepala keluarga lain yang dapat memanfaatkan MCK komunal tersebut

“Berkat MCK komunal ini, kami tidak perlu lagi susah-payah mengangkut air. Kualitas airnya juga relatif baik, bersih,” ucap Umar, kakek tiga cucu yang bertahan hidup sebagai buruh kasar, ketika ditemui akhir Oktober 2019 lalu.

Sebelum MCK komunal dibangun setahun lalu, Umar bersama para tetangganya harus berjalan kaki ke mata air yang berjarak 500-an meter dari rumah. Setapak menuju mata air di tepi Sungai Cisanggarung itu memiliki kontur perbukitan khas wilayah Cimenyan. Umar harus berjalan pelan, meniti lereng terjal yang sebagian di antaranya sudah disulap menjadi kebun sayur. Jika hujan turun, pekerjaan bertambah berat dan berisiko.

Pengangkutan air biasa dilakukan selepas tengah malam. Air bersih itu dibutuhkan untuk kegiatan mandi-cuci-kakus pada pagi hari yang sibuk. Jika terlambat datang ke mata air, Umar akan didahului oleh puluhan tetangganya yang memiliki rutinitas serupa. Belum lagi jika nasib sial mengampiri: debit mata air menyusut.

“Dulu saya bisa tiga kali bolak-balik mengangkut air. Semakin tua semakin payah. Sekali angkut saja, badan remuk semua,” ucap Umar.

Pasokan air yang terbatas membuat Umar tidak punya banyak pilihan. Dua bak penampungan dibuat. Satu untuk air relatif bersih yang digunakan memasak dan mandi. Satu lagi untuk air sedikit kotor untuk dipakai untuk kepentingan lainnya, termasuk mencuci piranti makan. Ketika debit mata air anjlok, banyak hal harus dikorbankan, mulai dari menunda mandi hingga mencuci baju.

DONASI PEMBANGUNAN SARANA MCK Mari bangun MCK Keluarga Petani

Masalah distribusi

Kesulitan mengakses air bersih bukanlah kisah unik yang hanya dialami keluarga Umar. Ratusan atau bahkan ribuan warga Cimenyan memiliki pengalaman serupa. Wilayah berbukit seluas 4 ribu hektare yang membentang di ketinggian lebih dari 700-1200 meter di atas permukaan laut tersebut kaya akan sumber air, baik dari hujan maupun mata air. Yang menjadi masalah besar adalah rumitnya pendistribusian air bersih ke rumah-rumah warga.

Sebagian mata air dengan volume besar, yang selama bertahun-tahun menjadi tumpuan ratusan keluarga, dijual oleh pemilik lahan ke perusahaan bermodal besar. Beberapa mata air yang tersisa mengalami penurunan debit signifikan di setiap musim kemarau. Penyebabnya, semakin luas lahan hijau yang beralih fungsi menjadi kebun sayur atau kompleks komersial yang tidak lagi meresapkan air hujan ke dalam tanah.

Konflik akses air bersih bukan cerita baru di Cimenyan. Petani sayur saling berebut pasokan air di antara mereka. Tidak jarang, konflik juga terjadi antara pemilik kebun sayur dengan warga.

“Pekan lalu saluran pipa untuk memasok air bersih warga dipotong dan dibelokkan ke lahan sayur. Dialog sudah dilakukan berkali-kali, tapi kejadian seperti ini masih saja berulang,” kata Ano (47), salah satu tokoh warga.

Pengambilan air tanah, lewat pembuatan sumur atau artesis, bukannya tanpa masalah. Kawasan Cimenyan didominasi lapisan batu keras, terbukti dari banyaknya titik penambangan yang sebagian di antaranya masih berlangsung hingga hari ini. Biaya membuat sumur juga tidak murah. Belum lagi biaya listrik yang pasti melonjak akibat pemakaian mesin pemompa air.

Masalah air bersih dan sanitasi di Cimenyan merupakan cermin masalah yang dihadapi Kabupaten Bandung dan Provinsi Jawa Barat. Di Kabupaten Bandung per 2018, cakupan air bersih warga masih ada di angka 77,21 persen, sementara cakupan akses sanitasi 70,45 persen. Di tingkat provinsi, Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar pada 2016 mencatat dari 12.589.790 keluarga, sebanyak 4.351.031 di antaranya (34,56 persen) masih bermasalah dengan sanitasi, khususnya buang air besar sembarangan.

Akses air bersih yang terbatas serta mutu sanitasi yang buruk terbukti menyumbang beragam masalah kesehatan di tengah masyarakat, mulai dari insiden diare balita, angka kematian balita, hingga angka stunting (kurang gizi).

Bukan sekadar karitatif

Bagunan MCK komunal di belakang rumah Umar dibangun oleh Yayasan Odesa Indonesia (Odesa), menggandeng Yayasan Miss Indonesia. Didirikan dengan semangat kesukarelawanan pada 2016, Odesa digawangi oleh tokoh-tokoh dengan beragam latar belakang, mulai dari pegiat sosial, akademisi, seniman, hingga budayawan. Tidak ketinggalan, mereka juga melibatkan warga lokal. Kantornya di Desa Cikadut terlihat asri berkat bibit-bitit tanaman kelor, kopi, dan sorgum.

Ketua Yayasan Odesa Indonesia Faiz Manshur menyatakan, Odesa lahir dari keprihatinan atas kondisi sebagian besar warga Cimenyan yang masih bermasalah dengan urusan dasar, termasuk akses air bersih dan mutu sanitasi. Padahal, kawasan ini menyimpan potensi alam yang luar biasa, mulai dari kesuburan tanah hingga kelimpahan air.

“Masalah di Cimenyan ini bukan kekeringan yang bisa selesai dengan bantuan air bersih. Di sini, kami tidak kekurangan air. Yang tidak ada adalah manajemen yang baik,” katanya.

SEORANG warga mencuci pakaian di sarana Mandi, Cuci dan Kakus (MCK) di Kampung Cisanggarung, Desa Cikadut, Cimenyan, Kabupaten Bandung, Selasa 5 November 2019. MCK tersebut merupakan bantuan pembangunan sekaligus sarana saluran air secara kolektif pada level RT atau lingkungan lebih kecil dari RT.*/ARIF HIDAYAH/PR

Pembangunan saluran perpipaan dan MCK komunal di Kampung Sentak Dulang merupakan satu dari 19 titik MCK yang sudah dibangun Odesa dalam dua tahun terakhir. Sumber dananya datang dari bermacam donatur yang berhasil digandeng Odesa. Kerja pembangunan MCK komunal masih jauh dari selesai karena mereka mencatat masih ada 130-an titik lain yang membutuhkan uluran tangan.

Dijelaskan Faiz, kerja Yayasan Odesa tidak berhenti pada kegiatan proyek karitatif berupa penyediaan akses air, tetapi juga usaha berkesinambungan untuk memperbaiki kualitas hidup waga. Perbaikan infrastruktur sanitasi merupakan pintu masuk untuk mengupayakan hidup yang berwawasan keberlanjutan. Pendekatan karitatif ditopang dengan kerja di bidang pangan, literasi, ternak, dan teknologi.

Untuk bidang pangan, misalnya, Odesa mempromosikan pembudidayaan dan pengolahan jenis tanaman baru yang bukan saja bernilai ekonomis, tapi juga bermanfaat dalam upaya pelestarian lingkungan. Beberapa tanaman pangan yang dipilih di antaranya kelor (moringa oleifera), kopi, dan sorgum. Kelor dan kopi disodorkan sebagai tanaman sela atau tanaman pagar di kebun-kebun sayur yang sebagian besar berada di lereng.

Kelor, yang dapat tumbuh bongsor setinggi 7-10 meter, memiliki beragam manfaat. Di lahan miring, daun kelor yang rimbun menjadi penahan air hujan. Akarnya dengan baik menyimpan sekaligus menjernihkannya. Dauh kelor juga terbukti memiliki banyak manfaat, mulai dari obat, pakan ternak, hingga kompos. Kopi juga memiliki fungsi penahan dan penyimpan air hujan.

“Pola berkebun yang menghilangan fungsi resapan harus diubah, karena inilah salah satu pangkal persoalan kenapa mata air mengering di musim kemarau. Ketiadaan tanaman keras membuat air hujan meluncur deras ke bawah,” ucap Faiz.

Odesa secara rutin menggelar dialog dengan para petani. Mereka juga menularkan pengetahuan dan keterampilan menanam dan mengolah tanaman kelor, kopi, dan sorgum. Ratusan ribu bibit sudah dibagikan ke petani dalam dua tahun terakhir. Tidak cukup sampai di sana, Odesa juga merintis penyiapan pasar bagi produk-produk makanan olahan bersumber kedua tanaman tersebut. Salah satunya dengan menggelar Pasar Minggu di kawasan wisata Curug Batu Templek.

“Sesudah tahu manfaat dan nilai ekonomis kelor, teman-teman petani biasanya lebih mudah diajak mengubah kebiasaan bertaninya,” kata Ujang Rahmat (42), salah satu petani yang menjadi mitra Odesa.

Pakar hidrologi Universitas Padjadjaran Chay Asdak mengingatkan, pengelolaan air tidak pernah mengenal batas wilayah. Tindakan yang diambil haruslah menggunakan pendekatan yang menyeluruh. Tidak boleh lagi parsial. Permasalahan manajemen air di Kawasan Bandung Utara (KBU), termasuk Cimenyan, harus dilihat dari kaca mata wilayah cekungan Bandung.

“Pengeloaan air yang baik di kawasan atas bakal berdampak bukan hanya bagi penduduk setempat, tapi juga jutaan penduduk di bawahnya, di Kota Bandung. Ini yang harus dipahami bersama,” katanya.

Warga kota Bandung masih mengingat bencana banjir bandang yang menimpa kawasan Cicaheum pada 20 Maret 2018 lalu. Ratusan rumah rusak. Kerugian materi ditaksir mencapai miliaran Rupiah. Salah satu penyebabnya adalah laju alih fungsi lahan yang massif terjadi di kawasan utara, termasuk Cimenyan.

“Perbaikan pengelolaan air membutuhkan peran semua pemangku kepentingan,” ucap Chay. “Pemerintah tidak bisa (melakukannya) sendirian. Warga harus mengambil peran.”

Musim penghujan baru saja dimulai di akhir Oktober 2019 itu. Sudah beberapa pekan kucuran air bersih di MCK komunal di belakang rumah Umar berhenti. Seperti terjadi di titik-titik yang lain, mata air di Cikadut mulai mengering. Umar harus memanggul lagi kedua embernya. Namun kali ini ia melakukannya dengan keyakinan bahwa perubahan bakal segera datang.***

Sumber Tulisan: Angin Perubahan dari Cimenyan Bandung

Yayasan Odesa Indonesia menerima bantuan untuk finansial beberapa jenis donasi. Bisa Transfer ke Rekening Yayasan Odesa-Indonesia Bank BRI No. Rek 763701000854506 A.n Yayasan Odesa Indonesia. Kode Bank BRI (002).
Setiap transfer diharapkan memakai kode:
Bantuan Bedah Rumah Tidak Layak Huni 201
Bantuan Pembangunan Sarana Mandi,Cuci Kakus (MCK) 202
Bantuan Penghijauan Kode 203
Bantuan Pendidikan Kode 204
Bantuan Amal Sosial Lainnya 205
Contoh Transfer: Rp 5.000.000 maka transfernya adalah Rp. 5.000.204(Untuk Bantuan Pendidikan).Konfirmasi: Email: odesaindonesia@gmail.com https://odesa.id. Konfirmasi hubungi Abdul Hamid 081217191437

1 komentar untuk “Angin Perubahan dari Perbukitan Cimenyan Kabupaten Bandung”

  1. Pingback: Transformasi Sosial ala Tan Shot Yen: Gizi, Sanitasi dan Literasi – Odesa Indonesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja