Pohon Sebagai Aktor Perubahan

Memperbaiki Indonesia. Menjadikan Pohon Sebagai Aktor Perubahan
Oleh FAIZ MANSHUR. Ketua Odesa Indonesia.

Kalau hendak memperbaiki Indonesia maka kita mesti menetapkan urusan dua hal sekaligus, yakni rendahnya kualitas sumberdaya manusia, dan kerusakan lingkungan hidup.

Manusia hidup berkembang membutuhkan pangan, tempat tinggal, tempat beraktivitas dan semuanya mensyaratkan lingkungan hidup yang sehat. Di sinilah Tanaman merupakan bagian dari aktor penting dari usaha perbaikan Indonesia.

Adanya pohon yang hidup tanpa peran manusia karena memiliki “tugas berevolusi” untuk memperbaiki lingkungan. Ketika manusia hidup bersama pohon, termasuk tanaman (budidaya), manusia boleh memilih. Merawatnya, berkembang bersama dan saling memakmurkan, atau saling meniadakan.

Fakta bahwa ketika tanaman disalah uruskan, kehidupan manusia juga menjadi tak terurus. Ini punya fakta historis karena terbangunnya kehidupan manusia tak lepas dari masalah tanaman dan pohon. Sejarah komune primitif, kemudian beranjak menjadi masyarakat feodal, hingga tercapainya masyarakat demokratis urusannya adalah tanaman.

Bahwa kemudian manusia punya bahasa lain untuk menyebut pangan itu semata urusan bahasa. Bahkan lebih dari urusan pangan, tanaman sangat menentukan hidup manusia karena ada kebutuhan rumah yang senantiasa butuh kayu, ada pula pakaian yang sumbernya dari tanaman.

Kualitas manusia sangat ditentukan sejauh mana mengurus tanaman. Bahkan ketika lingkungan rusak meliputi tanah, air, dan oksigen rusak juga berkait dengan tanaman.

Maka perihal menanam adalah sebuah tugas kemanusiaan itu sendiri. Menanam tak pantas sekadar dihubungkan dengan urusan profesi kepertanian. Semua di antara kita yang hendak hidup dalam akal sehat dan jiwa kemanusiaan yang tinggi mesti berbicara tentang tanaman.

Tanaman adalah barang hidup, maka ia mesti dijadikan bagian dari subjek, sebagai sesama penghuni planet bumi, sebagai sesama teman hidup.

Hanya dengan paradigma inilah cara pandang kita akan lebih baik. Hanya dengan mendudukkan tanaman sebagai aktor inilah kita bisa lebih optimis mencapai kebaikan-kebaikan yang gemilang di masa kini dan masa mendatang.

Saya berpikir seperti ini karena saya bergiat saban hari dengan dunia kemiskinan dan erosi. Ketika pertanian memunculkan wajah tanah yang pucat saya pelajari bahwa itu ternyata tanah yang sakit.

Kawasan Bandung Utara, tempat di mana saya dan teman-teman Yayasan Odesa Indonesia telah memperlihatkan wajah pesakitan; kemiskinan merajela, usaha ekonomi tani tanpa pola, lingkungan rusak mengalirkan lumpur bah ke kota Bandung.

Terang pula bahwa sekalipun musim hujan kita kelimpahan air sampai menghanyutkan mobil bahkan rumah, tetapi pada musim kemarau jutaan orang kesulitan air.

Dan kemudian pula kualitas udara kita terus memburuk dari waktu ke waktu. Parahnya lagi, akibat pepohonan berketinggian 7 meter ke atas telah hilang, muncullah angin puting beliung.

Saya menyimpulkan, di tanah yang sakit tak ada kehidupan yang sehat. Dan pohon adalah bagian dari aktor yang akan bisa menyehatkan manusia, hewan dan lingkungan secara keseluruhan.

Untuk segalanya, pohon adalah kesatuan dalam hidup kita. Untuk semua kebaikan, pohon mesti dimuliakan.

Pada diri tanaman, ada kebijaksanaan yang agung; bahwa mereka hidup sederhana, menerima keadaan, tak pernah mau bunuh diri sekalipun keadaan mereka kekurangan.

Pohon punya kebaikan karena mau memilih jalan hidup penuh sederhana. Secukupnya, tak mengada-ada. Mau mengonsumsi tapi tak butuh menjadi konsumerisme seperti manusia.

Ketika nutrisi kurang baik, ia tetap ingin hidup dengan semestinya. Tanaman bisa hidup dalam kecilnya batang dan minimnya daun ketika situasi tidak memungkinkan.

Tanaman bisa hidup membesar ketika situasi memungkinkan untuk hidup menjadi besar. Dalam diri tanaman, kebaikan hidupnya juga ditentukan oleh tanaman-tanaman lain yang beragam. Tanaman kecil butuh tanaman menengah, tanaman menengah butuh tanaman kecil, dan tanaman besar membutuhkan tanaman kecil dan menengah.

Saling membutuhkan antar sesama tanaman. Ini adalah rumus sederhana tentang kebaikan dari tanaman. Belum lagi kalau kita perluas dari cermin saling membutuhkan lintas spesies di mana hewan besar akan membutuhkan tanaman besar, hewan menengah membutuhkan tanaman menengah, dan hewan kecil membutuhkan tanaman kecil.

Atas nama kemuliaan pohon dengan kesederhanaannya itu pula pohon tidak menuntut banyak hal, apalagi minta disembah diberikan sesajen. Pohon hanya meminta untuk berkembang secara wajar, selalu adaptif dengan suhu, cahaya matahari, unsur hara dan keamanan dari sekitarnya.

Di atas segalanya, pohon juga sangat menyukai hidup berdampingan satu sama lain. Keanekaragaman hayati telah lama ditasbihkan sebagai bagian penting dari kesehatan hidup. Ekosistem yang sehat mensyaratkan keberagaman spesies.

Hutan telah menjadi kiblat bagaimana sehatnya kehidupan; bahkan saking hebatnya hutan hanya dengan udara atau airnya bisa mengobati anekaragam penyakit, apalagi sekedar penyakit stres.

Ketika hutan sehat, tak ada srigala gila. Hanya manusia gila yang masuk hutan sehingga disantap anjing karena kemungkinan anjing berpikir sedang mendapatkan sedekah kuliner jenis baru.

Perhatikanlah bahwa ekologi itu berkembang karena matarantai yang rumit bin tambal sulam selaras dengan hukum kerja evolusi. Sunnatullah dari hutan senantiasa menjelaskan keterpaduan hidup yang bisa menjadi cermin hidup manusia.

Maka, ketika hutan rusak, ketika pohon besar tumbah, pohon menengah dan pohon kecil juga kehilangan semangat untuk menumbuhkan dinamika kehidupan ekologis. Aneka satwa pun malas untuk kawin akibatnya semakin lama semakin susut populasinya.

Bandung yang sakit

Sekarang kita menghadapi krisis lingkungan yang hebat. Bencana dari bencana hadir karena urusan hunian dan pertanian yang tak ramah terhadap lingkungan.

Bukit gersang butuh pohon sebagai aktor perubahan.
Bukit gersang butuh pohon sebagai aktor perubahan.

Di Bandung Utara, di mana di sekitarnya, katakanlah Bandung Raya (Kota Bandung, Kabupaten Bandung, kabupaten Bandung Barat, dan Cimahi) yang dihuni hampir 9 juta jiwa berada dalam situasi hidup yang penuh pesakitan.

Slogan “Bandung diciptakan ketika Tuhan tersenyum” adalah sebuah maknawi tentang pesona elok surga di alam nyata, dan itu tak lepas dari keadaan maksimal dari hutan.

Karena itu jika sekarang kehidupan seperti neraka, janganlah ragu membuat slogan baru, “Bandung menjadi lautan lumpur karena manusia memilihnya.”

Ya, kita telah memilihnya hidup dalam situasi neraka karena melanggar sekian pantangan; tak mampu mensejahterakan tanaman yang beragam.

Hidup dalam situasi surga atau neraka adalah pilihan. Kita tidak bisa sekadar memilih kepala daerah apalagi memilih politisi untuk memperbaiki keadaan, sebab siapa yang kita pilih juga tidak menyadari telah menempati posisi yang salah dia pilih bagi kehidupannya.

Lantas, mungkin kita berpikir, ketika mereka yang punya jabatan saja tak mampu melakukan apapun perubahan, dan selalu merasa miskin karena beralasan tak punya anggaran, bagaimana dengan kita?

Lagi-lagi ini soal pola pikir. Kekuasaan politik demokrasi tak senantiasa bisa menjadi posisi strategis bagi jalannya perbaikan, apalagi menyangkut kesehatan hidup masyarakat.

Ada ratusan bukti politisi di parlemen atau politisi yang menjadi kepala daerah kerjanya plonga-plongo auranya tampak sontoloyo saat menghadapi persoalan di masyarakat. Lempar tanggungjawab menjadi model dari kerja politisi.

Mengubah jalan

Solusi terbaik dalam hal ini adalah segera belajar, tak perlu lama-lama. Menyadari tentang pohon sebagai solusi hidup bukan hal yang sulit.

Menanam sendiri atau bersolidaritas mendorong para penanam pohon adalah langkah mulia. Bekerjalah untuk pohon, karena pohon adalah sumber makhluk hidup yang bisa melayani kita.

Menanam pohon yang tinggi tanpa kita ambil dari daun, batang atau akarnya perlu dilakukan karena di sana setiap hari kita akan mendapatkan oksigen, mendapatkan air, dan juga tanah yang sehat.

Menanam pohon menengah untuk hasil buah adalah langkah bijaksana, karena dengan hanya mengambil buahnya, dedaunan bisa memproduksi oksigen, air dan tanah tetap terjaga.

Menanam tanaman yang kecil untuk kita santap bersama spesies lain juga merupakan kemuliaan karena dari situlah kita memang punya hak untuk menjadi bagian dari hutan kehidupan.

Kita bisa mengonsumsi sayuran, biji-bijian, dan ternak kita bisa memproduksi kotoran untuk kelangsungan microorganisme tanah.

Pohon sebagai aktor perubahan bersama manusia.

Melangkah konkret

Bandung Utara butuh tindakan. Tindakan terbaiknya membangun tradisi tanam, makan, dan kebersamaan membangun sebuah ekosistem untuk kehidupan kita.

Tanam Pohon permanen, beringin, akasia, mahoni, ki damar, aren, bambu, dan sejumlah jenis tanaman besar lain.

Tanam pohon buah-buahan, nangka, sirsak, mengkudu, sukun, jambu, durian, dan lain sebagainya.

Tanam pohon penghasil gizi dan penjaga ekosistem seperi sorgum, jagung, hanjeli, singkong, talas, bambu, pepaya, pisang, dan lain sebagainya.

Tanam sayuran seperti kelor, sawi, bayam, kol, buncis, kacang panjang dan sekian ratusa jenis makanan lainnya.

Tanam pula tanaman rerambatan penghasil biji atau buah, juga tanaman dedaunan penjaga erosi lainnya.

Keanekaragaman hayati adalah syarat mutlak sehatnya kehidupan karena hanya dari situlah manusia akan hidup lebih sehat.

Bhineka tunggal ika mengajarkan keadaban hidup manusia, tetapi kita lupa belum menjadikan tanaman sebagai bagian penting dalam keberagaman lintas spesies.[]

Fakta Pohon bisa Berbicara Satu Sama Lain

Video Spirit Gerakan Sosial Odesa Indonesia

1 komentar untuk “Pohon Sebagai Aktor Perubahan”

  1. Pingback: Keberagaman Gerakan Odesa Membuka Ruang Luas Pengabdian – Odesa Indonesia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja